Temuan BPKP: Pembangunan 58 Proyek Strategis Nasional Masih Nihil

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat ada sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN). Jumlahnya ada 58 proyek infrastruktur strategis yang disebut belum terasa dibangun.

Hal ini diungkap Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin). Menurutnya ini menjadi ciri kalau pelaksanaan program pemerintah selamanya belum terjadi optimal.

“Pada sektor infrastruktur, terdapat 58 proyek strategis nasional (PSN) infrastruktur yang belum dimulai pembangunannya,” ujarnya, di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

“Kondisi sesudah itu diikuti bersama dengan bersama dengan risiko keterlambatan penyelesaian proyek dan terhitung tidak optimalnya manfaat pembangunan proyek yang dihasilkan,” sambungnya.

Sementara itu, di sektor pembangunan manusia, Ateh terhitung mendapatkan ada program yang belum terjadi optimal. Contohnya, berasal dari penyelesaian masalah stuntinf yang tidak sesuai bersama dengan bersama dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

“Pada sektor pembangunan manusia, bisnis peningkatan kualitas SDM Indonesia belum merata. Sebagai contoh, berkenaan ini muncul berasal dari penyelesaian masalah stunting yang tidak sesuai obyek RPJMN pada 378 daerah, dan terhitung kualitas ruang kelas sekolah yang selamanya harus ditingkatkan pada 241 tempat provinsi/kabupaten/kota,” bebernya.

Sementara itu, berasal dari faktor efektivitas dan harmonisasi pembangunan di daerah, perencanaan dan penganggaran tempat selamanya belum optimal.

“Berdasarkan hasil pengawasan, kita mendapatkan sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal mengungkit sasaran pembangunan pada tempat yang diuji petik. Di samping itu, kita terhitung mendapatkan terdapatnya potensi pemborosan alokasi belanja tempat sebesar 21 persen berasal dari nilai anggaran yang diuji petik,” paparnya.

Anggaran Masih Bablas

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut pemakaian anggaran di bervariasi lini selamanya mengalami kebocoran. Padahal pemakaian anggaran sudah diawasi terhitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dia lebih-lebih mengisahkan turut lakukan pengawasan bersama dengan bersama dengan turun ke bawah. Diketahui, Jokowi kerap blusukan ke pasar-pasar, terhitung beri tambahan bantuan.

“Kenapa aku terhitung cek ke lapangan, turun ke bawah, aku pastikan apa yang kita programkan hingga ke masyarakat. Karena kita lemah di faktor itu, kalau tidak diawasi, kalau tidak di check langsung, kalau tidak dilihat, dipelototi satu-satu. Hati-hati, kita lemah di situ,” ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

“Dipelototi, turun kita ke bawah, itu saja selamanya ada yang bablas, lebih-lebih tidak?,” sambungnya.

Berpotensi Tak Optimal

Dihadapan pada pegawai BPKP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga Direksi BUMN, dia menegaskan skema pengawasan harus berorientasi pada hasil. Utamanya untuk optimalisasi pemakaian anggaran dan program pemerintah.

“Saya minta pengawasan itu orientasi bukan prosedur nya, orientasi nya hasil itu apa. Banyak APBN-APBD kita yang berpotensi tidak optimal,” tegasnya.

Menanggapi laporan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Jokowi menghendaki aparat pemerintah untuk mengoptimalkan pemakaian anggaran. Termasuk dalam pelaksanaan program-program pemerintah.

“Saya ingatkan baik pusat dan tempat dalam pemakaian yang namanya anggaran, 43 persen (program pemerintah terindikasi tak optimal) bukan angka yang sedikit,” tegas Jokowi.

Program Lainnya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapatkan ada pemakaian anggaran yang tidak optimal. Salah satunya kedapatan manfaatkan judul pengembangan UMKM. Namun, ternyata rincian penggunaannya dinilai tidak konkret.

Dia menyebut, ini adalah pemakaian anggaran di tingkat kabupaten. Kendati begitu, Jokowi enggan terhubung kabupaten mana yang dimaksudnya tadi.

“Pengembangan UMKM, di APBD ada ini, ngga usah aku sebutkan kabupaten mana. Total anggarannya Rp 2,5 miliar. Rp 1,9 miliar untuk honor dan perjalanan dinas,” ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Menurutnya, pemakaian anggaran ini lebih banyak yang alokasikan bagi perjalanan dinas dan sejenisnya. Hal ini menjadi temuan yang mirip dalam pemakaian anggaran program penurunan stunting bersama dengan bersama dengan anggaran Rp 10 miliar.

“Ke situ-situ selamanya udah, itu nanti sisanya yang Rp 600 juta itu nanti terhitung selamanya muter-muter aja, pemberdayaan, pengembangan, makna yang absurd ndak konkret,” kata dia.

Dia menegaskan, pelaksana program mestinya manfaatkan anggaran untuk lebih dari satu cara konkret. Misalnya, berkenaan pemberdayaan UMKM mampu manfaatkan anggaran untuk penguatan secara teknis.

“Langsung aja lah, itu modal kerja untuk belanja mesin produksi, untuk marketing, kalau pengembangan UMKM ya mestinya itu, untuk pameran, jelas,” paparnya.

 

Untuk Informasi seputar pembangunan di Indonesia kalian dapat mengunjungi laman https://binamargadki.net/